(nulis lagi)
Waktu itu saya kaget pas mereka bilang:
"Iya itu fosil rahang gajah purba dari Rancamalang, Cijerah"
Wow, ada gajah purba yang dulu pernah hidup di Bandung? Amazing. Perasaan amazing seperti ini mungkin jadi beda kalo saya hidup di pedalaman, hutan belantara atau sejenisnya. Ngga pernah terbayang sebelumnya ternyata tempat yang saya duduki - tempat orang-orang beraktivitas - dan jalan yang saya lewati -jalan aspal yang selalu dipadati kendaraan, ratusan ribu hingga puluhan ribu tahun yang lalu adalah tempat berkubang dan beraktivitas binatang-binatang purba Sunda.
Udah ada beberapa tulisan mengenai gajah purba ini yang diantaranya diupload sama situs pikiran rakyat dan komunitas-komunitas riset seperti Kelompok Riset Cekungan Bandung atau mahasiswa purbakala dan geologi.
Bertepatan dengan masa skripsi yang sedang saya jalani, jadilah saya ambil tema kajian khusus tentang gajah purba ini. Saya cukup beruntung untuk bisa langsung berinteraksi dengan fosil rahang gajah purba dari Cijerah ini dan bertanya kepada orang yang berdedikasi.
Menurut Gert D. van den Bergh (Ahli Peneliti Tamu di Museum Geologi Bandung) gajah ini sama dengan gajah purba di Cipeundeuy, kelebihannya yaitu fosil rahang gajah yang ditemukan di Cijerah ini adalah yang terlengkap yang pernah ditemukan. Karena sama dengan fosil dari Cipeundeuy jadi kira-kira umurnya sekitar 30.000 ribu tahun, waktu itu Kota Bandung masih jadi danau yang besar sekali yang terkenal sebagai Danau Bandung.
Jadi seperti apa gajah purba dari Rancamalang itu? Ternyata gajah purba itu sama dengan gajah yang hidup sekarang, yang suka kita lihat di kebun binatang, yaitu gajah dari spesies Elephas maximus.
Fosil rahang gajah dari Cijerah ini ditemukan oleh salah seorang warga di sumurnya pada kedalaman kurang lebih 6 meter. Saya masih penasaran kemana bagian lain dari fosil gajah ini? Kalo yang ditemukan hanya bagian rahangnya berarti si fosil itu bukan insitu (bukan pada posisi sebenarnya), bisa jadi si gajah ini mati disuatu tempat yang mungkin masih di bagian Bandung Barat, kemudian tulang belulangnya terbawa arus hingga ke Cijerah dan diendapkan disana, sedangkan bagian tulang yang lainnya berserakan disepanjang arah menuju tempat rahang ini ditemukan, atau mungkin juga fosil rahang ini insitu tapi bagian tulang yang lainnya berada di posisi yang lebih dalam di sumur itu?
Saya masih belum sempat mendeskripsi dan memperhatikan fosil rahang gajah dari Cijerah ini dengan lebih seksama, tapi kata Pak Iwan Kurniawan ( Museum Geologi Bandung) kita bisa membedakan apakah si fosil itu insitu atau bukan dari teksturnya (tekstur - hanya satu dari beberapa kriteria untuk penentuan insitu atau bukan). Kalo tekstur fosil itu licin seperti dipoles berarti fosil itu bukan insitu atau sudah tertransport dari suatu tempat, tapi kalo fosil itu berserat dan kasar berarti fosil itu insitu. Kalo dilihat sekilas fosil rahang ini masih kasar dan berserat, tapi saya belum bisa memastikan.
Diluar kontroversi apakah fosil itu insitu atau bukan sekali lagi saya bener-bener amazed ternyata di Bandung yang kita cintai ini dulu pernah hidup gajah dan binatang vertebrata besar lainnya, mungkin juga badak mengingat daerah Rancabadak, kuda nil, kuda, bovine, dan yang lainnya, mereka berkubang, berlari, dan menggetarkan tanah Pasundan ini - dan menjadi bagian dari rangkaian evolusi vertebrata Indonesia.